Senin, 24 Juni 2013

PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA PADA MASA ORLA, ORBA DAN REFORMASI SERTA PENGERTIAN DARI OTONOMI DAERAH MELIPUTI (UU, KELEBIHAN, KEKURANGAN, KEBERHASILAN OTONOMI DAERAH, DLL) (TULISAN 4)

1. Perkembangan politik Indonesia pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi !

Jawab :

Perkembangan politik pada Masa orde lama

Konfigurasi Politik Era Orde Lama 

Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.

Pada masa ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.

Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).

Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa :

1)      Gerakan separatis pada tahun 1957
2)      Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional.
Akhirnya memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan biaya tinggi.

Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru

                    ·                  Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.

                    ·                  Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

                    ·                  Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

                    ·                  Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

                    ·                  Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi  dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal  28 September 1966, tepaT  16  tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

                    ·                  Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.

                    ·                  Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

                    ·                  Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

                    ·                  Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

                    ·                  Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an


Perkembangan Politik pada Masa Reformasi

Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :
1.       Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum.
2.       Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam  tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.      Munculnya suatu  keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya
 ( status quo )
4.       Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.
5.       Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.
Reformasi merupakan suatu  perubahan tatanan perikehidupan  lama dengan  tatanan kehidupan  yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.

Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.

2. Otonomi daerah (Undang-undang, Pengertian, Kelebihan, Kekurangan, Keberhasilan otonomi daerah, dll.)
      Jawab :

a.   Undang-undang mengenai otonomi daerah

UU otonomi daerah di Indonesia merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah di Indonesia merupakan payung hukum terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah di bawah UU otonomi daerah seperti, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan seterusnya.
UU otonomi daerah  itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945  Pasal 18 ayat (7), bahwa:

“Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.

b. Pengertian otonomi daerah

Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

a. Kewenangan Otonomi Luas 

Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

b. Otonomi Nyata

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.

c. Otonomi Yang Bertanggung Jawab

Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :

Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu

Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

c.  Daerah Otonom

Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Profesor Oppenhein (dalam Mohammad Jimmi Ibrahim, 1991:50) bahwa daerah otonom adalah bagian organis daripada negara, maka daerah otonom mempunyai kehidupan sendiri yang bersifat mandiri dengan kata lain tetap terikat dengan negara kesatuan. Daerah otonom ini merupakan masyarakat hukum yaitu berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

d. Kelebihan dan kekurangan dari adanya otonomi daerah

kelebihan dari adanya otonomi daerah,  yaitu :

§  Untuk mengurangi beban pemerintah pusat yang terlalu berat karena harus mengurus indonesia dari sabang sampai marauke.
§  Otonomi daerah dapat memberikan kesempatan yang sangat besar kepada daerah untuk berkembang sesuai potensi yang dimilikinya dengan segala SDA dan SDM nya.
§  Pengelolaan SDA yang ada akan lebih maksimal, mengingat daerah lebih tau dan mengenal potensinya, sehingga bisa mengelola dengan maksimal untuk kesejahteraan masyarakatnya.
§  Terciptanya pelayanan terhadap masyarakat lebih baik, karena pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya begitu juga sebaliknya.
§   Masalah yang muncul di daerah dapat di tangani dengan cepat, karena tidak perlu menunggu perintah atau keputusan dari pusat. Tindakan yang diambil terhadap masalah lebih cepat.
§  Peran pemerintah daerah sangat besar dan AKtif bekerja sama dengan masyarakatnya untuk mengembangkan daerahnya ke arah yang lebih baik tentunya.
           
          Kekurangan dari adanya otonomi daerah,  yaitu :

§  Terlalu besarnya kekuasaan pemerintah daerah dapat memicu munculnya kekuasaan absolut dan kesewenang-wenangan.
§   Karena besarnya kekuasaan itu maka cenderung akan disalahgunakan, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
§  Kurangnya pengawasan dari pusat dapat menimbulkan exsploitasi SDA secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerusakan SDA yang tak terkontrol dengan baik.
§   Sitem penyaluran kebijakan atau dana dari pusat akan menjadi rumit dan rentan terjadi penyelewengan.
§  Tidak meratanya pembiayaan dari pusat kepada setiap daerah
§  Terjadi kesenjangan antara daerah satu dengan lainnya, karena SDA dan SDM yang dimiliki berbeda, menyebabkan pembangunan lebih besar di suatu daerah dan sementara di daerah lain tertinggal jauh.





e.   Keberhasilan otonomi daerah
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:

1.     Kemampuan struktural organisasi
        Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.
Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan.

Kemampuan keuangan daerah

Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi pemerintah pusat.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.

Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula. Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula.

                        Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik pula.

  Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya.

  Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.










http://franserwinmoectharsimamora.blogspot.com
http://mrs-fishy.blogspot.com
http://sejarah-interaktif.blogspot.com
http://bahanajarguru.wordpress.com
http://otonomidaerah.com
http://www.sarjanaku.com
http://kabeh-nuza.blogspot.com
http://abdiprojo.blogspot.com

PENGERTIAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL SERTA STRATIFIKASI DALAM POLITIK NASIONAL DAN MANAJEMEN NASIONAL INDONESIA PADA MASA ORBA DAN REFORMASI (TUGAS 4)

PENGERTIAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Pengertian  Politik

Kata Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakatyang berdiri sendiri, yaitu negara. Politik (etimologis) adalah segala sesuatu yag berkaitan dengan urusan yang menyangkut kepentingan dari sekelompok masyarakat (negara).

Dalam bahasa Indonesia,  Secara umum politik mempunyai dua arti, yaitu politik dalam arti kepentingan umum (politics) dan politik dalam arti kebijakan (policy). Politik dalam arti politics adalah rangkaian asas/prinsip, keadaan, jalan, cara atau alat yag akan digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan politik dalam arti policy adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita yang dikehendaki.  Policy merupakan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-baiknya.Politics dan policy mempunyai hubungan yang erat dan timbal balik.

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem negara dan upaya-upaya dalam mewujudkan tujuan itu, pengambilan keputusan (decisionmaking) mengenai seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Untuk melaksanakan tujuan itu diperlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada.

Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian, atau alokasi sumber-sumber yang ada.

Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.

a. Negara
b. Kekuasaaan
c. Pengambilan Keputusan
d. Kebijakan Umum
e. Distribusi

Pengertian Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “the art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.

Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapat-kan kemenangan atau pencapaian tujuan. Dengan demikian, strategi tidak hanya menjadi monopoli para jendral atau bidang militer, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan.

Politik dan Strategi Nasional

Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional

Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.

1. Dalam perkembangannya istilah strategi condong ke militer sehingga ada tiga pengertian strategi :

a. Strategi militer yang sering disebut sebagai strategi murni yaitu penggunaan kekauatan militer untuk tujuan perang militer

b. Strategi besar (grand strategy) yaitu suatu strategi yang mencakup strategi militer dan strategi nonmiliter sebagai usaha dalam pencapaian tujuan perang

c. Strategi nasional yaitu strategi yang mencakup strategi besar dan di orientasikan pada upaya optimlaisasi pelaksanaan pembangunan dan kesejahteraan bangsa

2. Indonesia menuangkan politik nasionalnya dalam bentuk GBHN karena GBHN yang merupakan kepanjangan dari Garis-garis Besar Haluan Negara adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu di tetapkan oleh MPR untuk lima tahun guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

3. Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat berjalan dengan baik maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran-pemikiran strategis yang akan digunakan. Pemikiran strategis adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi perkembangan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi bahkan mengganggu pelaksanaan strategi nasional, umumnya dilakukan Telaah Strategi atau suatu kajian terhadap pelaksanaan strategi yang akan dilaksanakan dengan selalu memperhatikan berbagai kecenderungan. Juga dilakukan Perkiraan Strategi yaitu suatu analisis terhadap berbagai kemungkinan perkembangan keadaan dan lingkungan, pengembangan sasaran alternatif, cara bertindak yang ditempuh, analisis kemampuanh yang dimiliki dan pengaruhnya, serta batas waktu berlakunya penilaian terhadap pelaksanaan strategi.

4. Wawasan strategi harus mengacu pada tiga hal penting, di antaranya adalah :

Melihat jauh ke depan; pencapaian kondisi yang lebih baik di masa mendatang. Itulah alasan mengapa kita harus mampu mendahului dan mengestimasi permasalahan yang akan timbul, mampu membuat desain yang tepat, dan menggunakan teknologi masa depan

Terpadu komprehensif integral; strategi dijadikan kajian dari konsep yang mencakup permasalahan yang memerlukan pemecahan secara utuh menyeluruh. Gran strategy dilaksanakan melalui bidang ilmu politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, baik lintas sektor maupun lintas disiplin

Memperhatikan dimensi ruang dan waktu; pendekatan ruang dilakukan karena strategi akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya dimana strategi dan manajemen tersebut di operasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang berkembang sehingga strategi tersebut dapat bersifat temporer dan kontemporer

5. Dalam ketatanegaraan Indonesia, unsur-unsur uatama sistem keamanan nasional adalah sebagai berikut :
Negara sebagai organisasi kekuasaan yang mempunyai hak dan peranan terhadap pemilikan, pengaturan, dan pelayanan yang diperlukan dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa

Bangsa Indonesia sebagai pemilik negara berperan untuk menentukan sistem nilai dan arah/ kebijaksanaan negara yang digunakan sebagai landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi negara

Pemerintah sebagai unsur manajer atau penguasa berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan ke arah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara
Masyarakat sebagai unsur penunjang dan pemakai berperan sebagai kontributor, penerima, dan konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan

Dilihat secara strukutural, unsur-unsur utama sistem keamanan nasional tersusun atas empat tatanan yaitu : tata kehidupan masyarakat (TKM), tata politik nasional (TPN), tata administrasi negara (TAN), dan tata laksana pemerintahan (TLP). TKM dan TPN merupakan tatanan luar (outer setting), sedangkan TAN dan TLP merupakan tatanan dalam (inner setting) dari sistem keamanan nasional.

Secara proses, sistem keamanan nasional berpusat pada suatu rangkaian tata pengambilan keputusan berwenang (TPKB) yang terjadi pada tatanan dalam (TAN dan TLP). Untuk penyelenggaraan TPKB diperlukan proses arus masuk yang dimulai dari TKM lewat TPN. Aspirasi dari TKM yang berintikan kepentingan rakyat dapat berasal dari rakyat (individu/ormas), parpol, kelompok penekan, organisasi kepentingan, dan pers. Rangkaian kegiatan dalam TPKB menghasilkan berbagai keputusan yang tehimpun dalam proses arus keluar berupa berbagai kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai bentuk peraturan perundngan sesuai dengan sifat permasalahan dan klasifikasi kebijakan serta instansi atau pejabat yang mengeluarkan, selanjutnya di salurkan ke TPN dan TKM.

6. Mekanisme penyususunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden/ Mandatris MPR. Dalam melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinatif, seperti Dewan Stabilitas Ekonomi, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional,dll. Selanjutnya proses penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat ini dilakukan setelah presiden menerima GBHN, kemudian menyusun program kabinet dan memilih para menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut. Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. Jika politik nasional ditetapkan oleh Presiden/Mandataris MPR, maka strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen sesuai dengan bidangnya atas petunjuk presiden.

Di tingkat infrastruktur, penyusunan politik dan strategi nasional merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh rakyat Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang hukum, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, maka penyelenggaraan negara harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan apa yang menjadi keinginan rakyat Indonesia sebagai sasaran sektoralnya. Peranan masyarakat dalam turut mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan oleh MPR maupun yang dilaksanakan oleh Presiden/Mandataris sangat besar.

7. Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagai salah satu wujud politik dan strategi nasional, telah memberikan dua bentuk otonomi kepada dua daerah, yaitu otonomi luas kepada daerah kabupaten/kota, dan otonomi terbatas kepada daerah provinsi. Sebagai konsekuensinya, maka kewenangan pemerintah pusat dibatasi. Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 secara legal formal menggantikan dua UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah dan UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

8. Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 bahwa perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kebijakan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada.

Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka pengaturan pembiayaan daerah dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan pemerintahan. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD; pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban APBN; pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dilakukan atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan.

·         STRATIFIKASI DALAM POLITIK NASIONAL

olstranas atau yang dikenal sebagai politik nasional dan strategi nasional merupakan suatu asas, haluan, usaha serta tindakan dari negara berikut pengetahuan tentang pembinaan dan penggunaan kekuatan dan potensi nasional secara totalitas untuk mancapai tujuan nasional. Politik nasional adalah suatu kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional bangsa. Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional. Dapat dikatakan bahwa strategi nasional disusun untuk mendukung terwujudnya politik nasional.

Polstranas disusun dengan memahami pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam sistem manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam manajemen nasional dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategi bangsa Indonesia.

Strategi nasional dilaksanakan oleh para manteri dan pimpinan lembaga-lembaga negara setingkat menteri dengan arahan langsung dari Presiden. Polstranas hasil penyusunan Presiden harus memuat tujuan-tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupa bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

                 A.    Stratifikasi Nasional

                 Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut ;

1.      Tingkat Penentu Puncak

Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup : penentuan Undang – Undang Dasar, penggarisan masalah makro politik bangsa dan Negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945.  Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala Negara seperti tercantum pada pasal – pasal 1 s.d 15 UUD 1945, tingkat penentuan kebijakan puncak ini juga mencakup kewenangan presiden sebagai kepala negara.

2.      Tingkat Kebijakan Umum

Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah – masalah makro strategis guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu. Hasil – hasilnya dapat berbentuk :

a.       Undang–undang yang kekuasaan pembuatannya terletak di tangan presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945, pasal 5 ayat (1) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–undang dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa

b.      Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan Undang–Undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan presiden ( UUD 1945, pasal 4 ayat (1).

c.        Keputusan atau instruksi presiden,yang berisi kebijakan–kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang – undangan yang berlaku (UUD 1945, pasal 4 ayat (1).

d.      Dalam keadaan–keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.

3.      Tingkat Penentuan Kebijakan Khusus

Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama pemerintaha. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, system, dan prosedur dalam bidang utama tersebut.

4.      Tingkat Penentuan Kebijakan Teknis

Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam satu sktor dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program, dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis ini terletak di tangan pimpinan eselon pertama departemen pemerintahan dan pimpinan lembaga – lembaga non departemen.

5.      Tingkat penentu kebijakan di Daerah

a.       Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.

b.      Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II. Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II

·         MANAJEMEN NASIONAL INDONESIA MASA ORBA DAN REFORMASI

LATAR BELAKANG

Untuk mengatasi perekonomian tersebut perlu kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia di masa lalu, dan bagaimana cara mengatasinya dan kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada. Sistem perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu Pemerintahan pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi.

1.      ORDE LAMA

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)

 Keadaan ekonomi dan keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi yang dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.

Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :

Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.

Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.

Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947

Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.

Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.

Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.

Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.

Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

2.      ORDE BARU

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.

Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri.

Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).

Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.

Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.

Kelebihan Pada Masa Orde Baru:

  • perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
  • sukses transmigrasi.
  • sukses KB.
  • sukses memerangi buta huruf. 
  • sukses swasembada pangan. 
  • pengangguran minimum. 
  • sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). 
  • sukses Gerakan Wajib Belajar. 
  • sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh. 
  • sukses keamanan dalam negeri. 
  • Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
  • sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan Orde Baru  
  • semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme. 
  • pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat. 
  • munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua. 
  • kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya. 
  • bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin). 
  • kritik dibungkam dan oposisi diharamkan. 
  • kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel. 
  • penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus). 
  • tidak ada rencana suksesi.


3.      ORDE REFORMASI

Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri

Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :

  • Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
  • Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
  • Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.


Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.

Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.