1. PERTUMBUHAN INDIVIDU
A. PENGERTIAN INDIVIDU
"Individu" berasal dari kata
latin,"individuum" artinya "yang tak terbagi".
Jadi,merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untu kmenyatakan suatu kesatuan
yang paling kecil danterbatas. Dalam ilmu sosial paham individu menyangkut
tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk. memegang peranan dalam
pergaulan hidup manusia. Dalam ilmu sosial, individu menekankan penyelidikan
kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa, yang tak seberapa mempengaruhi
kehidupan manusia.
Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan
yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perseorangan. Dengan demikian sering digunakan sebutan
"orang-seorang" atau "manusia perseorangan". Sifat dan
fungsi orang-orang di sekitar kita adalah makhluk-makhluk yang agak berdiri
sendiri; dalam pelbagai hal bersama-sama satu sama lain, tetapi dalam banyak
hal banyak pula perbedaannya. Sejenis tapi tak sama, makin tua semakin maju dan
semakin banyak bermacam-macam tingkat peradabannya, terjadi bangsa dengan corak
sifat dan tabiat beraneka macam.
Timbulnya diferensiasi bukan hanya pembawaan, tetapi melalui
kaitan dengan dunia yang telah mempunyai sejarah dengan peradabannya. Hal ini
memberikan keuntungan rohani bagi individu seperti bahasa, agama, adat istiadat
dan kebiasaan, paham-paham hukum, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Akan
tetapi, betapapun besarnya pengaruh lingkungan sosial terhadap individu,
manusia tetap mempunyai watak dan sifat tertentu, yang aktif ditengah-tengah
sesama manusia lainnya. Insyaf akan"aku" nya dan sadar, serta
mengumpulkan kekuatan rohani untuk bertindak sendiri. Bahkan individu yang
mempunyai kepribadian istimewa.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan,bahwa individu
adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khan di dalam
lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah
laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia
dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai
tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek
psikis-rohaniah, dan aspek-sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi,
kegoncangan pada satu aspek akan membawa akibat pada aspek yang lainnya.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya
hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Proses yang
meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada dirinya
sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Individu
dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup, maka
muncul struktur masyarakat yang akan menentukan kemantapan masyarakat. Konflik
mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bercorak bertentangan
dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat dari sekitarnya.
Individu dalam bertingah laku menurut pola pribadinya ada
tiga kemungkinan: menyimpang dari norma kolektif kehilangan individualitas atau
takluk terhadap kolektif, dan mempengharuhi masyarakat seperti adanya tokoh
pahlawan atau pengacau. Mencari titik optimum antara dua pola tingah laku
(sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat) dalam situasi yang senan¬tiasa,
memberi konotasi "matang" atau "dewasa" dalam konteks
sosial. Sebelum "baik" atau "tidak baik" pengaruh individu
terhadap masyarakat adalah relatif.
B. PENGERTIAN PERTUMBUHAN
Walaupun terdapatnya perbedaan pendapat diantara para ahli,
namun diakui bahwa pertumbuhan itu adalah suatu perubahan yang menuju ke
arahyang lebih maju dan lebih dewasa.
Perubahan ini pada lazimnya disebut dengan istilah proses.
Untuk selanjutnya timbul beberapa pendapat mengenai
pertumbuhan dari berbagai aliran yaitu asosiasi, aliran psichologi Gestalt dan
aliranSosiologi.
Menurut para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat,
bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pada proses asosiasi
yang primer adalah bagian-bagian. Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedang
keseluruhan ada pada kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain menjadi
keseluruhan oleh asosiasi.
Dapat dirumuskan suatu pengertian tentang proses asosiasi
yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena
pengaruh baik dari pengalaman atau empiris luar melalui panca indera yang
menimbulkan sen¬sations maupun pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri
yang me¬nimbulkan reflexionis.
Kedua macam kesan (sensation dan reflexions)merupakan
pengertian yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk
pengerttian yanglebih kompleks.
Lain halnya dengan pendapat dari aliran psikologis Gestalt
tentang pertumbuhan. Menurut para ahli dan aliran ini bahwa pertumbuhan adalah
proses diferensiasi.
Dalam proses diferensiasi yang pokok adalah keseluruhan,
sedang bagian¬bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam
hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Jadi menurut proses ini
keseluruhan yang lebih dahulu ada, baru kemudian menyusul bagian¬bagiannya.
Jadi dari pendapat aliran psikologi Gestalt ini dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan itu adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia
dalam mengenal suatu yang semula mengenal sesuatu secara keseluruhan baru
kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
Kemudian kita mengenal konsepsi aliran sosiologi di mana
ahli dari pengikut aliran ini menganggap bahwa pertumbuhan itu adalah proses
sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga
sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN
Dalam membahas pertumbuhan itu ada bermacam-macam aliran,
namun pada garis besarnya dapatdigolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu :
a) Pendirian nativistik
Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat, bahwa
pertumbuhan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa
sejak lahir.
Para ahli dari golongan ini menunjukkan berbagai kesempatan
atau kemiripan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya seorang ayah memiliki
keahlian di bidang seni lukis maka kemungkinan besar anaknya juga menjadi
pelukis. Tetapi hal ini akan menimbulkan keragu-raguan apakah kesamaan yang ada
antara orang tua dan anaknya benar-benar disebabkan oleh pembawaan sejak lahir karena
adanya fasilitas-fasilitas atau hal-hal lain yang dapat memberikan dorongan ke
arah kemajuannya.
b) Pendirian
Empiristik dan Environmentalistik
Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik. Para
ahli berpendapat, bahwa pertumbuhan individu semata-mata tergantung pada
lingkungan sedang dasar tidak berperanan sama sekali.
Jadi menurut pendirian ini menolak dasar dalam pertumbuhan
individu dan lebih jauh menekankan pada lingkungan dan konsekuensinya hanya
lingkunganlah yang banyak dibicarakan. Pendirian semacam ini biasa disebut
pendirian yang environmentalistik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendirian ini
pada hakikatnya adalah kelanjutan dari faham emperisme.
Apabila konsepsi ini dapat tahan uji (benar)akan dihasilkan
manusia¬manusia ideal asalkan dapat disediakan kondisi yang dibutuhkan untuk
usaha itu. Tetapi dalam kenyataannya sering dijumpai lain, banyak di antara
anak¬anak orang kaya atau orang pandai mengecewakan orang tuanya, karena tidak
berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas yang diperlukan telah tersedia
secara lengkap dan sebaliknya pada anak-anak dari orangtua yang kurang mampu
sangat berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas belajar yang dimiliki sangat
minimal, jauh dari mencukupi.
Menurut faham ini di dalam pertumbuhan individu itu baik
dasar maupun lingkungan kedua-duanya memegang peranan penting. Bakat atau
dasarsebagai kemungkinan ada pada masing-masing individu namun bakat dan dasar
yang dipunyai itu perlu diserasikan dengan lingkungan yang dapat tumbuh dengan
baik. Misalnya pada anak yang normal memiliki dasar atau bakat untu berdiri
tegak di atas kedua kaki, bila anak ini diasuh dalam lingkungan masyarakat
manusia. Tetapi apabila anak yang normal ini kebetulan terlantar di sebuah
hutan kemudian diasuh oleh serigala sudah barang tentu anak itu tidak dapat
berdiri tegak pada kedua kakinya dan dia akan merangkak seperti serigala yang
mengasuhnya.
Di camping harus adanya dasar, juga perlu dipertimbangkan
masalah kematangan (readiness), misalnya anak yang normal berusia enam bulan,
walaupun anak tersebut hidup di antara manusia-manusia lain ada kemungkinan
juga anak itu tak akan dapat berjalan karena belum matang untuk melakukan
halite.
c) Pendirian
Konvergensi dan Interaksionisme
Kebanyakan para ahli mengikuti pendirian konvergensi dengan
modifikasi seperlunya. Suatu modifikasi yang terkenal yang sering dianggap
sebagai
perkembangan lebih jauh konsepsi konvergensi ialah konsepsi
interaksionisme yang berpandangan dinamis yang menyatakan bahwa interaksi
antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu. Nampak lain
dengan konsepsi konvergensi yang berpandangan oleh dasar (bakat) dan
lingkungan.
d) Tahap pertumbuhan individu berdasar psikologi.
Pertumbuhan individu sejak lahir sampai masa dewasa atau
masa kematangan itu melalui beberapa fase sebagai berikut :
a) Masa
vital yaitu dari 0,0 sampai kira-kira 2,0 tahun.
b) Masa
estetik dari umur kira-kira 2,0 tahun sampai kira-kira 7,0 tahun.
c) Masa
intelektual dari kira-kira umur 7,0 tahun sampai kira-kira umur 13,0 tahun atau
14,0 tahun.
d) Masa
sosial, kira-kira umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun sampai kira-kira umur 20,0
tahun atau 21,0 tahun.
a) Masa
Vital
Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi
biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Menurut Frued tahun
pertama dalam kehidupan individu itu sebagai masa oral,karena mulut dipandang
sebagai sumber kenikmatan dan ketidaknikmatan.
Pendapat semacam ini mungkin beralasan kepada kenyataan,
bahwa pada masa ini mulut memainkan peranan terpenting dalam kehidupan
individu. Bahwa anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya itu
tidak karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, melainkan karena pada
waktu itu mulut merupakan alat utama untuk melakukan eksplorasi dan belajar.
Pada tahun kedua anak belajar berjalan, dan dengan berjalan itu anak mulaipula
belajar menguasai ruang. Di samping itu terjadi pembiasaan tahu akan
kebersihan. Melalui tahu akan kebersihan itu anak belajar mengontrol
impuls-impuls yang datang dari dalam dirinya.
b) Masa
Estetik
Masa estetik ini dianggap sebagai masapertumbuhan rasa
keindahan. Sebenarnya kata estetik diartikan bahwa pada masa ini pertumbuhan
anak yang terutama adalah fungsi pancaindera. Dalam masa ini pula tampak
munculnya gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara umur
3,0 tahun sampai umur 0,5 tahun. Anak sering menentang kehendak orang atau, kadang¬kadang
menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar apa yang dilarang dan
tidak melakukan apa yang seharusnya untuk dilakukan.
Adapun alasan anak berbuat kenakalan dalam usia-usia
tersebut adalah sebagai berikut :
Berkat pertumbuhan bahasanya yang merupakan modal utama bagi
anak dalam menghadapi dunianya maka sampai-lah anak pada penyadaran
"aku"nya atau tahap menemukan "aku"nya yaitu suatu tahap
ketika anak menemukan dirinya sebagai subyek.
Kalau pada masa-masa sebelumnya anak masih merasa situ
dengan dunianya belum mampu mengadakan pemisahan secara sadar antara dirinya
sendiri sebagai subyek dan yang lain sebagai obyek maka kemampuan itu kini
dimilikinya. Berarti dia menyadari bahwa dirinya juga subyek seperti yang lain.
Sebagai subyek dia mempunyai kebebasan untuk menghendaki sesuatu, mempunyai
pula kebebasan untuk menolak sesuatu. Karena jarang menemukan kenyataan
tersebut maka anak seakan-akan ingin mendapatkan pengalaman sebagai subyek yang
bebas menentukan keinginannya itu.
Pada masa ini terjadi apa yang kita sebut dengan
menghendaki, dan kehendak yang dimiliki tidak dapat ditahan-tahan; akin tetapi,
kalau dia telah memperolehnya maka dia tidak lagi memperdulikan," dan
menghendaki benda yang lain dan seterusnya. Dalam hal ini kadang-kadang dia
melanggar apa yang dilarang dan tidak mengerjakan hal yang diharuskan. Hal yang
demikian itu dilakukannya bukan karena dia keras kepala, melainkan hanya karena
ingin mengalami dan ingin menyaksikan akibatnya. Lalu bagaimana sikap kita
dalam menghadapi anak yang sedang mengalami masa kegoncangan ini yaitu yang
penting bijaksana mengambil jalan tengah tidak terlalu menekan dan tidak
terlalu menonjolkan.
c) Masa Intelektual (masa keserasian bersekolah)
Setelah anak melewati masa kegoncangan yang pertama, maka
proses sosialisasinya telah berlangsung dengan lebih efektif. Sehingga menjadi
matang untuk dididik daripada masa-masa sebelum dan sesudahnya.
Ada beberapa sifat khas pada anak-anak padamasa ini antara
lain :
1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan
jasmani dengan prestasi sekolah.
2) Sikap
tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional.
3) Adanya
kecenderungan memuji diri sendiri.
4) Kalau
tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal maka soal itu dianggap tidak penting.
5) Senang
membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, bila hal itu menguntungkan,
dalam hubungan ini ada kecenderungan untuk meremehkan anak lain.
6) Adanya
minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
7) Amat
realistik, ingin tahu, ingin belajar.
8) Gemar
membentbk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam
permainan ada kecenderungan anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan
tradisional, mereka membuat aturan-aturan sendiri, setelah anak memasuki masa
kelas-kelas tinggi sekolah dasar.
Masa keserasian bersekolah diakhiri dengan suatu masa
pueral.
Masa ini demikian khasnya sehingga menarik perhatian.
Sifat-sifat khas
anak-anak masa peral itu dapat diringkas ke dalam dua hal
yaitu :
1) Ditujukan
untuk berkuasa yang menimbulkan tingkah laku dari perbuatan yang ditujukan
berkuasa, apa yang diinginkan, yang dijadikan idam¬idamkan adalah sekuat,
sejujur, semenang dan seterusnya.
2) Tingkah
laku ekstrovers yaitu perbuatan yang berorientasi ke luar dirinya, yang, dapat
mendorong untuk menyaksikan keadaan-keadaan dunia di luar dirinya dan untuk
mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Pada mereka dorongan
bersaing besar sekali sehingga dalam persaingan itulah anak-anak puer
mendapatkan sosialisasi lebih lanjut Dan nampak anak puer dapat melakukan ini
dan itu (si tukang jual aksi) tetapi di samping itu tidak berani ber bust
begini atau begitu (si pengecut), sehingga pada anak puer seringkali dijuluki
si"tukang jual aksi". Sementara juga dijuluki si
"pengecut".
Suatu hal yang penting pada masa ini anak menerima otoritas
orang tua dan guru sebagai suatu hal yang wajar karena itu pada anak-anak ini
mengharapkan adanya sikap yang obyektif dan adil pada pihak orang tua dan guru
sebagai pemegang atoritas sehingga sikap pilih kasih akan mudah menimbulkan
problem di kalangan mereka.
d) Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa yang banyakmenarik perhatian
masyarakat karena mempunyai sifat-sifat khas dan yang menentukan dalam kehidupan
individu dalam masyarakatnya. Peranan manusia dewasa harus hidup dalam alam
kultur dan harus dapat menempatkan dirinya di antara nilai-nilai (kultur) itu
maka perlu mengenal dirinya sebagai pendukung maupun pelaksana nilai¬nilai.
Untuk inilah maka is harus mengarahkan dirinya agar dapat menemukan diri,
meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru agar dapat menjadi
pribadi yang dewasa. Pada dasarnya ini masih dirinci ke dalam beberapa masa,
yaitu :
1) Masa Pra
remaja
Penggunaan istilah pra remaja ini hanya untuk menunjukkan
satu masa yang mengikuti masa pueral yang berlangsung secara singkat. Masa ini
ditandai oleh sifat-sifat negatif sehingga disebut jugamasa negatif.
Pada masa ini terdapat beberapa gejala yang dianggap sebagai
gejala negatif misalnya tidak tenang, kurang suka bekerja, kurang suka
bergerak, lekas lelah, kebu-tuhan untuk tidur besar, hati sering murung,
pesimistik dan non sosial. Atau dapat dikatakan secara ringkasnya sifat-sifat
negatif meliputi sikap negatif dalam pres-tasi, baik prestasi jasmani maupun
prestasi mental. Negatif dalam sikap sosial baik dalam bentuk pasif maupun
dalam bentuk agresif terhadap masyarakat.
Terjadinya gejala-gejala negatif itu pada umumnya berpangkal
pada biologic yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin, yang dapat
membawa perubahan-perubahan cepat dalam diri siremaja yang sering kali
perubahan-perubahan yang cepat ini belum mereka fahami sehingga dapat
menimbulkan rasa ragu-ragu, kurang pasti dan bersifat malu.
2) Masa
remaja
Sebagai gejala pada masa ini adalah merindu puja. Dalam fase
ini (masa negatif) untuk pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang tidak
pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya.
Kesejukan di dalam penderitaan yang nampaknya tidak ada
orang yang dapat mengerti dan memahaminya dan menerangkannya. Sebagai reaksi
pertama-tama terhadap gangguan ketenangan dan keamanan batinnya ialah proses
terhadap sekitarnya yang dirasakan tiba-tiba bersikap
menelantarkan dan memusuhinya. Sebagai tingkah berikutnya
ialah kebutuhan akan teman yang dapat memahami dan menolongnya serta yang dapat
merasakan suka dan dukanya.
Di sinilah mulai timbul dalam diri remaja itu dorongan untuk
mencari pedoman hidup yaitu mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai,
pantas dijunjung tinggi, dan dipuja-puja. Pada masa remaja ini mereka mengalami
kegoncangan batin, sebab pada masa ini mereka sudah tidak mau memakai pedoman
hidup kekanak-kanakan, tetapi juga belum mempunyai pedoman hidup yang baru.
Oleh karena itu maka si remaja itu merasa tidak tenang, banyak kontradiksi di
dalam dirinya, mengeritik karena merasa dirinya mampu, tetapi mereka ini juga
masih mencari pertolongan karena belum dapat mewujudkan keinginannya.
Proses terbentukny a pendirian hidup ataucita-cita hidup itu
dapat dipandang sebagaipenemuan nilai-nilai hidup di dalam eksplorasi siremaja.
Jadi proses penemuan nilai-nilai hidup tersebut melewati
tiga langkah, yaitu :
(1) Karena
tiadanya pedoman hingga mereka merindukan sesuatu yang dapat dianggap bernilai,
pantas hidup-nya. Pada taraf ini sesuatu yang dipuja itu belum mempunyai bentuk
tertentu, sehingga seringkali mereka hanya tahu bahwa mereka itu menginginkan
sesuatu, tetapi tidak tahu apa yang diinginkan itu.
(2) Obyek
pemujaan itu telah menjadi lebih jelas yaitu pribadi-pribadi yang dipandangnya
mendukung nilai-nilai tertentu. Dalam pemujaan terhadap orang-orang tertentu
ini umumnya terdapat perbedaan antara anak laki¬laki dan anak wanita. Pada anak
laki-laki sering nampak aktif meniru sedang anak wanita kebanyakan pasif, mengagumi
dan memuja dalam khayal.
(3) Para
remaja lebih dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya, nilai dapat
ditangkap dan difahaminya sebagai sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu pada
saat ini para remaja mulai dapat menentukan pilihan atau pemikiran hidupnya.
Penentuan pilihan dan pemikiran hidupmengalami jatuh bangun,
tidak dapat satu kali. Jadi karena mereka ini harus menguji nilai-nilaiyang
dipillihnya dalam kehidupan praktis di masyarakat.
Setelah diketahui bahwa nilai-nilai yang dipilihnya itu
tahan uji, maka mereka pilihlah pendirian hidupnya. Pendirian tersebut tiap
kali dimodifikasi
agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat
dalam lingkungan remaja ini berada. Setelah mereka dapat menemukan pendirian
hidup dan telah terpenuhi tugas-tugas pertumbuhan masa remaja maka berarti
mereka telah mencapai masa remaja akhir dan mulailah individu memasuki masa
dewasa awal.
3) Masa Usia Mahasiswa
Masa umur mahasiswa dapat digolongkan pemuda-pemuda yang
berusia sekitar 18,0 tahun sampai 30,0tahun. Mereka dapat dikelompokkan pada
masa remaja akhir sampai dewasa awal atau dewasa madya.
Pada masa usia mahasiswa banyak peristiwa-peristiwa yang
perlu untuk diperhatikan, antaralain yaitu : Bila dilihat dari segi
pertumbuhan,tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini adalah pemantapan
pendirian hidup, yaitu pengujian lebih lanjut pendirian hidup serta penyiapan
diri dengan ketrampilan dan kemampuan-kemampuan yang digunakan untuk
merealisasikan pendirian hidup yang telandipilihnya. Mahasiswa ini termasuk
kelompok khusus dalam suatu masyarakat maka mereka mulaimempersiapkan diri
untuk menerima tugas-tugas pimpinan di masa mendatang. Oleh karena itu mereka
mulai mempelajari berbagai aspek kehidupan.Sebagai remaja pimpinan dipelajari
dan dipersiapkan selama usia mahasiswa ini, misalnya kebudayaan berke-luarga,
kemampuan memimpin, kemampuan mengambil kepu-tusan, kemampuan menyesuaikan diri
secara sosial.
Mahasiswa akan mengalami perubahan secara perlahan demi
sikap hidup yang idealistik ke sikap hidup yang realistik. Dengan demikian
keinginan¬keinginan yang realistik dalam dirinya dan realitas dalam
lingkungannya telah diganti dengan yang lebih berdasar kepada realistik. Tetapi
hal ini tidak berarti bahwa di kalangan mahasiswa tidak ada idealisme, justru
pada mahasiswa ini banyak terdapat idealisme tetapi idealisme yang realistik
yaitu yang dapat diterapkan dalam tindakan.
Dengan uraian-uraian ini diharapkan adanya suatu pemahaman
mengenai manusia sebagai individu."Manusia merupakan makhluk individual
tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti
bahwa tiap-tiap itu merupakan pribadi yang khas, menurut corak kepribadiannya,
termasuk kecakapannya sendiri".
Individu tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu
masyarakat yang menjadi latarbelakangnya. Karena dari sinilah kita akan
barubisa memahami seseorang individu seperti kata Johnson.
person are what they are always in social
context. the solitary person is unreal, abstract artifical, abnormal
Kehadiran individu dalam suatu masyarakatbiasanya ditandai
oleh perilaku individu yangberusaha menempatkan dirinya di hadapan
individu-individu lainnnya yang telah mempunyai pola-polaperilaku yang sesuai
dengan norma¬norma dan kebudayaan di tempat ia merupakan bagiannya. Di sini
individu akin berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya untuk membentuk
perilakunya yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang ada. Perilaku yang
telah ada pada dirinya bisa adjustable, artinya ia bisa menyesuaikan diri.
Namun ia bisa juga mengalami maladjustment, yaitu gagal menyesuaikan diri.
Mengapa terjadi kegagalan? Kita bisa menelusuri kembali bentukan perilaku itu.
Kepribadian mewujudkan perikelakuan manusia.
Manusia sebagai individu selalu berada ditengah-tengah
kelompok individu yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses
dari individu untuk menjadi pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat oleh
dirinya, tetapi juga didukung dan dihambat oleh kelompok sekitarnya
2. FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat yang terkecil yang
sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam
hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary
group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk
kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya
keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan
saja. Banyak hal-hal mengenai kepribadian yang dapat dirunut dari keluarga,
yang pada saat-saat sekarang ini sering dilupakan orang. Perkembangan
intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan
dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal¬hal semacam inilah yang
sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan. Keluarga
sudah seringkali kehilangan peranannya. Oleh karena itu adalah kebijaksanaan
kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya
dengan skala prioritas yang pas.
Keluarga, pada umumnya, diketahui terdiri dari seorang
individu (suami) individu lainnya (isteri) yang selalu berusaha menjaga rasa
aman dan ketenteraman ketika menghadapi segala suka duka hidup dalam eratnya
arti ikatan luhur hidup bersama.
Keluarga biasanya terdiri dari suami, isteri dan
anak-anaknya. Anak- anak inilah yang nantinya berkembang dan mulai bisa melihat
dan mengenal arti diri sendiri, dan kemudian belajar melalui pengenalan itu.
Apa yang dilihatnya, pada akhirnya akan memberian suatu pengalaman individual.
darisinilah is mulai dikenal sebagai individu. Individu ini pada tahap
selanjutnya mulai dirasakan bahwa telah ada individu-individu lainnya yang
berhubungan secara fungsional. Individu-Individu tersebut adalah keluarga yang
memelihara cara pandang dan cara menghadapi masalah-masalahnya, membinanya
dengan cara menelusuri dan meramalkan hari esoknya, mempersiapkan pendidikan,
ketrampilan dan budi pekertinya. Akhirnya keluarga menjadi semacam model untuk
mengidentifikasikan sebagai keluarga yang broken home, moderate dan keluarga
sukses.
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu
sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum
maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat.
A. PENGERTIAN
FUNGSI KELUARGA
Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpaiadanya
pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan.Suatu pekerjaan atau tugas yang harus
dilakukan itu biasa disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu
pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh
keluarga itu.
B. MACAM-MACAM
FUNGSI KELUARGA
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu
dapat digolongkan/dirinci kedalam beberapa fungsi, yaitu :
a) Fungsi
Biologis
b) Fungsi
Pemeliharaan
c) Fungsi
Ekonomi
d) Fungsi
Keagamaan
e) Fungsi
Sosial.
a) Fungsi Biologis
Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat
menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anaknya. Karena
dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dan setiap
manusia pada hakikatnya terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan
hidup keturunannya, melalui perkawinan.
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang
tua bagi anak-anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan
sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengatur rumah tangga bagi sang
isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak
dan lain-lain. Sehingga tepat pada waktunya is sudah matang menerima barn dalam
mengarungi hidup untuk rumah tangganya.
Dengan persiapan yang cukup matang ini dapat mewujudkan
suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan harmonis. Kebaikan rumah
tangga ini dapat membawa pengaruh yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat.
b) Fungsi Pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya
dapat terlindung dari gangguan-gangguan sebagai berikut :
1) gangguan
udara dengan berusaha menyediakan rumah;
2) gangguan
penyakit dengan berusaha menyediakan obat-obatan;
3) gangguan
bahaya dengan berusaha menyediakan senjata, pagar tembok dan lain-lain.
Bila dalam keluarga fungsi ini telah dijalankan dengan
sebaik-baiknya sudah barang tentu akan membantu terpeliharanya keamanan dalam
masyarakat pula. Sehingga terwujud suatu masyarakat yang terlepas/terhindar
dari segala gangguan apapun yang terjadi.
c) Fungsi Ekonomi
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang
pokok yaitu
1) kebutuhan makan dan minum
2) kebutuhan
pakaian untuk menutup tubuhnya
3) kebutuhan
tempat tinggal.
Berhubung dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini
maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota
keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
Sehubungan dengan fungsi ini keluarga juga berusaha
melengkapi kebutuhan jasmani dimana keluarga(orang tua) diwajibkan berusaha
agar anggotanya mendapat perlengkapan hidup yang bersifat jasmaniah baik yang
bersifat umum maupun yang bersifat individual. Perleng- kapan jasmaniah
keluarga yang sifatnya umum misalnya meja kursi, tempat tidur, lampu dan
lain-lain. Sedangkan perlengkapan jasmani yang bersifat individual misalnya
alat-alat sekolah, pakaian, perhiasan dan lain-lain.
Juga dapat termasuk ke dalam golongan perlengkapan jasmani
adalah permainan anak. Permainan anak ini memiliki nilai bagi anak-anak untuk
mengembangkan daya cipta di samping sebagai alat-alat rekreasi anak.
d) Fungsi
Keagamaan
Di negara Indonesia yang berideologi Pancasila berkewajiban
pada setiap warganya (rakyat) untuk menghayati, mendalami dan mengamalkan
Pancasila di dalam perilaku dan kehidupan keluarganya sehingga benar-benar
dapat diamalkan P4 ini dalam kehidupan keluarga yang Pancasila.
Dengan dasar pedoman ini keluarga diwajibkan untuk menjalani
dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai
manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian akan tercermin
bentuk masyarakat yang Pancasila apabila semua keluarga melaksanakan P4 dan
fungsi keluarga itu.
e) Fungsi
Sosial
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan
anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan
sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang
diharapkan akan mereka jalankan kelak bila sudah dewasa. Dengan demikian
terjadi apa yang disebut dengan_istilah sosialisasi.
Dengan fungsi ini diharapkan agar di dalam keluarga selalu
terjadi pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang
diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh
generasi tua yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam bentuk
antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik
buruknya perbuatan dan lain-lain.
Dengan melalui nasihat dan larangan, orang tua menyampaikan
norma-norma hidup tertentu dalam bertingkah laku.
Dalam buku Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo
Wangsanegara dikatakan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal
sebagai berikut :
a) Pembentukan kepribadian; dalam lingkungan keluarga, para
orang tua meletakkan dasar-dasar kepribadian kepada anak-anaknya, dengan
tujuanuntuk memproduksikan serta melestarikan kepribadian mereka dengan anak
cucu dan keturunannya. Mulai sejak anak-anak bertatih¬tatih belajar berjalan
sampai dengan usia sekolah dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab,
lingkungan keluarga yang bertitik central pada ayah dan ibu secara intensif
membentuk sikap dan kepribadian anak¬anaknya.
Contoh : pada keluarga suku Jawa atau suku Sunda, seorang
anak yang menerima sesuatu pemberian dari orang tua atau kerabat-kerabat
keluarga, harus menerima dengan tangan kanan. Bila anak menerima dengan tangan
kiri, pemberian itu ditarik surut, dan baru setelah anak menerima dengan tangan
kanan pemberian itu benar-benar diberikan. Tindakan semacam ini merupakan suatu
proses mendidik dan membentuk kepribadian dengan penuh kesadaran dan berencana.
Secara bertahap anak-anak juga diajari dan diberi pengertian mendasar,
bagaimana harus bersopan santun, bertingkah laku serta bertutur kata yang baik
dan tepat terhadap teman¬teman sebaya, orang tua, dan kepada mereka yang patut
dihormati. Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang telah digariskan,
orang tua akan langsung menegur dan spontan memberitahu anaknya bahwa hal¬hal
yang menyimpang dari tata cara yang telah digariiskan adalah tidak benar, tidak
sopan.
Demikianlah lingkungan keluarga, khususnya orang tua
membentuk kepribadian anak-anaknya secara sadar dan terencana sesuai dengan
kepribadian suku Jawa atau suku Sunda khususnya.
Dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia pada umumnya.
Pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial dalam lingkungan keluarga adalah
suatu modal dasar dalam membentuk kepribadian seseorang, dan turut menentukan pula tingkah laku seseorang terhadap orang
lain, dalam pergaulan di luar lingkungan keluarganya.
b) Erat
kaitannya dengan butir a, keluarga juga berfungsi sebagai alat reproduksi
kepribadian-kepribadian yang berakar dari etika, estetika, moral keagamaan, dan
kebudayaan yang berkorelasi fungsional dengan sebuah struktur masyarakat
tertentu.
Contoh : Dari keluarga seniman tari Bali, diwariskan
ketrampilan seni patung atau seni tari Bali kepada anak keturunannya, trampil
pula sebagai seniman patung atau sebagai seniman tari Bali, sebagai hasil
reproduksi seni patung dan seni tari dalam lingkup keluarga tersebut.
Akan berlaku serupa proses reproduksi dari materi-materi
kebudayaan dari keluarga lain dari berbagai suku bangsa di Republik Indonesia
khususnya, dan masyarakat dunia pada umumnya.
c) Keluarga
merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat, karena menempati posisi kunci.
Keluarga adalah sebagai jenjang dan perantara pertama dalam transmisi
kebudayaan.
Pada kelompok masyarakat primitif, peranan keluarga adalah
maha penting sebagai transmisi kebudayaan; sekalipun sudah ada pula
perantara-perantara lain. Namun demikian, pada masyarakat primitif, peranan
keluarga sebagai penyaluran (transmisi) kebudayaan sudah tidak memadai lagi.
Lembaga-lembaga non formal ataupun formal seperti
sekolah-sekolah adalah perantara-perantara dalam bentuk lain dalam transmisi
kebudayaan. Semakin maju dan dinamis suatu kelompok masyarakat makin banyak
memerlukan sekolah-sekolah. Sejalan dengan itu semakin besar pula fungsi
sekolah sebagai perantara dalam transmisi kebudayaan. Sebaliknya fungsi
keluarga sebagai lembaga transmisi kebudayaan secara relatif semakin mundur.
Contoh : Televisi sebagai produk teknologi modern sudah
sedemikian besar berperan sebagai transmisi kebudayaan. Bahkan menurut Margaret
Mead (antropolog dari Amerika Serikat) menyatakan bahwa peranan televisi
sebagai transmisi kebudayaan sudah melebihi peranan transmisi kebudayaan
lainnya. (Mayor Polak, 1979: 108).
d) Keluarga
berfungsi sebagai lembaga perkumpulan perekonomian. Dalam masyarakat primitif
biasanya terdapat sistem kekeluargaan yang sangat luas. Akan tetapi kehidupan
perekonomian masih belum berkembang. Pada kelompok-kelompok masyarakat yang
lebih kompleks tetapi belum masuk pada era masyarakat industri, perekonomian
mereka sudah mulai berkembang. Namun begitu ikatan-ikatan kekeluargaan masih
terjalin kuat dan sering mempengaruhi atau menguasai bidang perekonomian
mereka.
Contoh : Dalam lingkungan "keluarga besar" suku Batak
Karo maupun Simalungun di Sumatera utara, huta atau kuta yang memegang hak
ulayat atas penguasaan tanah pertanian, baik berupa sawah atau ladang.
Tanah¬tanah pertanian yang dikuasai huta atau kuta dapat diolah anggota-anggota
keluarga laki-laki. Mereka dapat menggarap tanah pertanian itu seperti tanah
milik sendiri. Akan tetapi tidak dapat menjual tanpa persetujuan dari huta yang
diputuskan dengan musyawarah adat. Dalam lingkungan suku Batak Karo dan
simalungun, ada perbedaan antara golongan keturunan ari para pendiri huta atau
kuta dengan penduduk pendantang kemudian. Para pendiri huta atau kuta disebut
marga tanah memiliki tanah paling luas. Sedangkan golongan lainnya memiliki
tanah hanya cukup untuk hidup (Koentjaraningrat, 1979: 101). Kendatipun demikian,
tanah pertanian yang dimiliki setiap individu juga ada. Pada keluarga suku
Batak Toba misalnya, ada tanah panjaen, tanah yang dimiliki seorang laki-laki
atas pemberian orang tuanya, segera sesudah berumah tangga. Sebaiknya dalam
masyarakat yang berindustrialisasi, perekonomian nya berkembang pesat.
Perkembangan perekonomian itupun tidak mutlak sepenuhnya didukung oleh para
pengelola dari sanak keluarga, namun cenderung terlepas dari ikatan-ikatan
kekeluargaan.
e) Keluarga
berfungsi sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan. Dalam lingkungan masyarakat
primitif, untuk keperluan pengasuhan dan pendidikan anak-anak (baik anak
laki-laki ataupun perempuan) dibangun balai pendidikan. Balai pendidikan akan
dimiliki oleh "keluarga besar" (terdiri dari beberapa keluarga batih)
atau juga dimiliki oleh keluarga batih. Dalam masa pendidikan, anak laki-laki
atau perempuan mempunyai tempat sendiri-sendiri, namun harus tetap tinggal di
balai pendidikan yang terpisah. Pelaksanaan pendidikan anak laki-laki ditangani
oleh ayah atau paman dari pihak ayah. Untuk anak perempuan biasanya ditangani
oleh bibi dari pihak ibu. Materi-materi pendidikan harus diketahui dan harus
dikuasai oleh seorang anak laki-laki dalam masa pendidikan dan seterusnya
hingga dewasa, misalnya ; membuat api, menebang pohon, membuat
kapak, meperbaiki peralatan, termasuk alat-alat berburu,
menangkap ikan, berdagang bahkan pengetahuan mengenai seks juga harus diketahui
dan dikuasai (Koentjaraningrat, et. al., 1963 : 228).
Pada umumnya, pendidikan diawali dengan pengetahuan
kerohanian, antara lain tentang mitologi nenek moyang yang keramat. Lebih
lanjut diajarkan pengetahuan ilmu-ilmu gaib berupa mantera-mantera penolak
bala, penolak sihir, dan mantera-mantera untuk melemahkan musuh
(Koentjaraningrat, et.al., 1963 : 187).
Pengasuhan dan pendidikan anak-anak perempuan lebih
dititikberatkan kepada penguasaan tata cara kehidupan dalam rumah tangga.
Selain dari itu diajarkan pula bagaimana bekerja mencari dan mengambil air dan
bekerja di ladang.
Sistem pendidikan semacam ini berlaku dalam lingkungan
masyarakat suku pedalaman atau pesisirdi Irian Jaya, sebelum tahun 1960-an.
Dalam peradaban modern dewasa ini, sistem pendidikan yang berlangsung di balai
pendidikan (laki-laki atau perempuan) seperti itu sudah jarang di dapat.
Secara merata sistem pendidikan serupa itu telah diganti
oleh sekolah-sekolah.
3. INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
1) PENGERTIAN
INDIVIDU
Individu berasal dari kata latin, "individuum"
yang artinya yang tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk
menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu
keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas
yaitu sebagai manusia perseorangan, demikian pendapat Dr. A. Lysen.
2) PENGERTIAN
KELUARGA
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga.
Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah
berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi
daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan
seksual suami isteri.
Perlu kita ketahui bahwa nafsu seksual memangharus
dijuruskan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh norma hidup. Namun hidup
seksual itutidak langgeng sebab seksualitas manusia akan mati sebelum manusia
itu sendiri mati. Kehidupan seksual manusia itu berubah-ubah dari masa kemasa,
dari umur ke umur dart keadaan yang saw keadaan yang lain.
Oleh karena itu apabila keluarga ini benar-henar dibangun
atas dasar hidup seksual, maka keluarga itu akan lebih goyah terus dan akan
segera pecah setelah kehidupan seksual suami isteri itu hilang. Hal ini kurang
realistis. Lain halnya Adler berpendapat bahwa mahligai keluarga itu dibangun
berdasarkan pada hasrat atau nafsu berkuasa. Tetapi inipun tidak realistis
sebab menurut nalar keluarga yang dibangun di atas dasar nafsu menguasai itu
tidak pernah sejahtera. Padahal yang dicita-citakan adalah keluarga hahagia
sejahtera.
Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial
sebagai hasil faktor-faktorpolitik, ekonomi dan lingkungan.
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikanberpendapat bahwa
keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh saw turunan
lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial,
enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan
masing-masing anggotanya.
3) PENGERTIAN MASYARAKAT
Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat (Society) adalah
wadah segenap antar hubungansosial terdiri atas banyak sekali
kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompokterdiri atas
kelompok-kelompok lebih baik atau subkelompok.
Kemudian pendapat dari Prof. M.M. Djojodiguno tentang
masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup
bersama antara manusia dengan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa
masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Jelasnya : Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sanna-sama
ditaati dalam
lingkungannya.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka memiliki itulah
yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat
membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas.
Dalam lingkungan itu, antara orang tua dan anak, antara ibu danayah, antara
kakek dan cucu, antara sesama kaum laki-laki atau sesama kaum wanita, atau
antara kaum laki-laki dan kaum wanita, larut dalam suatu kehidupan yang teratur
dan terpadu dalam suatu kelompok manusia, yang disebut masyarakat.
Menilik kenyataan di lapangan, suatu kelompok masyarakat
dapat berupa
suatu suku bangsa. bisajuga berlatar belakang dari berbagai
suku.
Contoh : yang disebut masyarakat Jakarta atauorang Betawi,
pada hakikatnya berakar dan bernenekmoyang dari berbagai suku. Salah satu di
antaranyaadalah suku Sunda, Jawa Barat. Erat kaitannyadengan itu tatanan
kehidupan, norma-norma dan adatistiadat yang memberi warna kepribadian orang
Betawi, salah satu diantaranya berakar dan berasal dari kebudayaan dan
kepribadian suku Sunda dan Jawa Barat. Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu
masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju
(masyarakat modern).
a) Masyarakat sederhana. Dalam lingkunganmasyarakat
sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis
kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas,
sejalan dengan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif atau
belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin,nampaknya
berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik
antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yang
buas pada saat itu.Berburu atau menangkap ikan di laut misalnya, merupakan
pekerjaan berat yang menuntut keberanian, ketrampilan serta kemampuan daya
tahan fisik yang kuat. Oleh karena itu, kedua bidang pekerjaan ini tercatat
sebagai monopoli pekerjaan kaum lelaki, di samping pekerjaan-pekerjaan lain,
misalnya menebang pohon, mempersiapkan serta membersihkan lahan pertanian untuk
berladang, dan memelihara ternak besar. Mengurus rumah tangga, menyusui, dan
mengasuh anak-anak, merajut, membuat pakaian, dan bercocok tanam adalah
pekerjaan orang perempuan. Demikian kaum wanita tidak saja mengurus anak-anak
tetapi juga membuat barang-barang anyaman, seperti keranjang, dan
mengumpulkan sayuran liar, buah-buahan, dan
binatang-binatang kerang (M. Amir Sutaarga, 1960 : 41-42).
Kalaulah pada saat mengolah tanah pertanian(ladang atau
kebun) dikerjakan bersama-sama, maka pekerjaan yang berat seperti : membuka
lahan,menyingkirkan pohon-pohon yang tumbang, dikerjakan oleh orang laki-laki.
Kaum wanita mengerjakan yang ringan-ringan, misalnya menyebar benih, menyiangi
rumput (Raymond Firth, et.al., 1961 : 107). Karena dirasakan perlu menambahkan
tenaga kerja, ada kalanya pada beberapa masyarakat primitif, seorang isteri
meminta kepada suami supaya mengambil seorang isteri lain untuk meringankan
pekerjaan rumah tangganya (Raymond Firth, 1961 : 120). Pada suku Nehe, jika
seorang laki-laki mempunyai lebih banyak isteri, dia terhindar dari pekerjaan
pertanian yang sangat berat.
Dengan latar belakang seperti itu, jelasbahwa antara sang
suami dengan sang isteri, dan antara sesama isteri, terjadi pembagian kerja
dengan kesepakatan yang dapat diterima satu samalain.
b) Masyarakat maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok
sosial, atau lebih akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang
tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan
dicapai.
Organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan terbatas sampai pada cakupan nasional, regional maupun
internasional.
Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai
kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
(1) Masyarakat Non Industri
Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi
kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
(a) Kelompok primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin
lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Kelompok primer ini disebut juga
kelompok "face to face group", sebab para anggota kelompok sering
berdialog, bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat, lebih akrab.
Sifat interaksi
dalam kelompok-kelompok primer bercorak kekeluar gaan dan
lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok
menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan
pada kesadaran, tanggung jawabpara anggota dan berlangsung atas dasar
rasasimpati dan secara sukarela.
Contoh-contoh kelompok primer, antara lain :keluarga, rukun
tetangga, kelompok belajar,kelompok agama, dan lain sebagainya.
(b) Kelompok sekunder
Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan
tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karen yaitu,
sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antaranggota kelompok di atur
atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/pembagian tugas atas
dasar kemampuan; keahlian tertentu, di samping dituntut dedikasi. Hal-hal
semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di
flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contoh-contoh
kelompok sekunder, misalnya : partai politik, perhimpunan serikat kerja/serikat
buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Berlatar belakang dari pengertian
resmi dan tak resmi, maka tumbuh dan berkembang kelompok formal (formal group)
atau lebih akrab dengan sebutan kelompok resmi, dan kelompok tidak resmi
(informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah : Kelompok tidak resmi
(informal group) tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar
(AD) dan Anggaran Rumah tangga (ART) seperti yang lazim berlaku pada kelompok
resmi.
Namun demikian, kelompok tidak resmi juga mempunyai
pembagian kerja, peranan-peranan serta hirarki tertentu, norma-norma tertentu
sebagai pedoman tingkah laku para anggota beserta konvensi-konvensinya. Tetapi
hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti pada kelompok resmi
(W.A. Gerungan, 1980 : 91).
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan,
atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak
resmi.
Seringkali dalam tubuh kelompok resmi juga terbentuk
kelompok tak resmi. Anggota-anggota terdiri atas beberapa individu atau
beberapa
keluarga raja. Sifat interaksinya berlangsung saling
mengerti yang lebih mendalam, karena latarbelakang pengalaman-pengalaman,
senasib sepenanggungan dan pandangan-pandangan yang sama.
(2) Masyarakat Industri
Durkheim mempergunakan variasi pembangian kerja sebagai
dasar untuk mengklasifikasikan masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya.
Akan tetapi is lebih cenderung mempergunakan dua taraf klasifikasi, yaitu yang
sederhana dan yang kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua
eksterm tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa
kapasitas masyarakat semakintinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling
ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah men2enal
pengkhususan.Otonomi sejenis, juga menjadi ciri daribagian/ kelompok-kelompok
masyarakat industri. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/keahlian
khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas
tertentu.
Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu,tukang bubut,
tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja
secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula
ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian
semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu.
Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat integrasi
yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan
bertambahnya individualisme.
Abad ke-15 sebagai pangkal tolak dari berkembang pesatnya
industrialisasi, terutama didaratan Eropa. Hal tersebut telah melahirkan bentuk
pembagian kerja antara majikan dan buruh. Semula pembagian kerja antara majikan
dan buruh atau mereka yang magang bekerja berjalan serasi, sehingga konflik
jarang terjadi.
Laju pertumbuhan industri-industri membawa konsekuensi
memisahkan pekerja dengan majikan lebih nyata. Majikan sebagai pemilik modal
monopoli posisi-posisi tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan
kompleksitas pembagian kerja, pekerjaan menjadi tambah rumit dan terlalu khsusus.
Akibat terjadi konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerja membentuk
serikat-selikat kerja/serikat buruh.
Awal perjuangan tersebut ditandai dengan keinginan untuk
memperbaiki kondisi kerja dan upah. Perjuangan kaum buruh semakin meningkat,
terutama di perusahaan-perusahaan besar. Ketidak puasan kaum buruh terhadap
kondisi kerja dan upah semakin meluas. Akumulasi ketidak puasan buruh menjadi
bertambah, karena kaum industrialis mengganti tenaga manusia oleh mesin-mesin.
Hal ini berakibat membawa stagnasi mental para buruh, lambat laun menjadi
luntur, kebanggaan memiliki ketrampilan dan spesialisasi semakin meningkat.
Dengan demikian, pembagian kerja semakin timpang dan tidak adil.
4. HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
A. MAKNA INDIVIDU
Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti
makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisah-pisahkan antara jiwa
dan raganya.
Para ahli Psikologi modern menegaskan bahwa manusia itu
merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang kegiatannya sebagai keseluruhan,
sebagai kesatuan. Kegiatan manusia sehari-hari merupakan kegiatan keseluruhan
jiwa raganya. Bukan hanya kegiatan alat-alat tubuh saja, atau bukan hanya
aktivitas dari kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang
lain.
Contoh : Manusia sebagai makhluk individu mengalami
kegembiraan atau kecewa akan terpaut dengan jiwa raganya. Tidak hanya dengan
mata, telinga, tangan, kemauan, dan perasaan saja. Dalam kegembiraannya manusia
dapat mengagumi dan merasakan suatu keindahan, karena ia mempunyai rasa
keindahan, rasa estetis dalam individunya.
Suatu keindahan ia kagumi dan ia nikmati melalui indera mata
dan indera perasaan yang berbaut menjadi satu kesatuan.
Tegasnya, apabila kita mengamati sesuatu, maka kita bukan
hanya melihat sesuatu dengan alat mata kita saja, melainkan juga seluruh minat,
dan perhatian yang kita curahkan kepada objek yang kita amati itu. Minat dan
perhatian ini sangat dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan kita pada waktu itu.
Dalam pengamatan suatu objek tersebut keseluruhan jiwa raga kita terlibat dalam
proses pengamatan itu, dan tidak hanya indera mata saja.
Pendapat lain bahwa manusia sebagai makhluk individu, tidak
hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa
tiap-tiap orang itu merupakan pribadi (individu) yang khas menurut corak
kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan serta kelemahan-kelemahannya.
Sehubungan dengan itu, Fallport merumuskan kepribadian manusia sebagai makhluk
individu adalah sebagai berikut : kepribadian adalah organisasi dinamis
daripada sistem-sistem psycho-physik dalam individu yang turut menentukan
cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
(W.A. Gerungan, 1980: 28).
Kenyataan-kenyataan yang kita dapati dalam kehidupan
sehari-hari setiap individu berkembang sejalan dengan ciri-ciri khasnya,
walaupun dalam kehidupan lingkungan yang sama. Contohnya yang sangat tepat
adalah anak kembar. Dua individu manusia yang berasal dari satu keturunan
yangsama. Bersumber dari satu indung telur, tetapi toh-tetap memiliki karakter
ramah tamah, periang, dan mudah bergaul dengan teman-teman sebaya dalam
lingkungannya. Anak yang satu lagi bersifat tertutup. pemalu, sukar bergaul
dengan teman-teman sebaya dan lingkugnannya.
Untuk menjadi individu yang "mandiri" harus
melalui proses. Proses yang dilaluinya adalah proses pemantapan dalam pergaulan
di lingkungan keluarga pada tahap pertama. Karakter yang khas itu terbentuk
dalam lingkungan keluarga secara bertahap dan akan mengendap melalui
sentuhan-sentuhan interaksi : etika, estetika, dan moral agama. Sejak anak
manusia dilahirkan is membutuhkan proses pergaulan dengan orang-orang lain
untuk memenuhi kebutuhan batiniah dan lahiriah yang membentuk dirinya. Menurut
Sigmund Freud, superego pribadi manusia sudah mulai terbentuk pada saat manusia
berumur 5-6 tahun (W.A. Gerungan, 1980 : 29).
B. MAKNA KELUARGA
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling
penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk
dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga
dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial ini mempunyai sifat-sifat
tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.
Di sini kita sebutkan 5 macam sifat yang terpenting, yaitu :
1. Hubungan
suami-isteri :
Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidupdan mungkin
dalam waktu yang singkat saja. Adayang berbentuk monogomi, ada pula yang
poligami. Bahkan masyarakat yang sederhana terdapat "group married",
yaitu sekelompok wanita kawin dengansekelompok laki-laki.
2. Bentuk
perkawinan di mana suami-isteri itu diadakan dan dipelihara.
Dalam pemilihan jodoh dapat kita lihat, bahwacalon
suami-isteri itu dipilihkan oleh orang-orangtua mereka. Sedang pada masyarakat
lainnya diserahkan pada orang-orang yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan
ini ada yang berbentuk indogami (yakni kawin di dalam golongan sendiri,ada pula
yang berbentuk exogami, yaitu kawin diluar golongan sendiri).
3. Susunan
nama--nama dan istilah-istilah termasuk cara menghitung keturunan.
Di dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui
garis laki-laki misalnya : dibatak. Ini disebut patrilineal. Ada yang melalui
garis wanita, di Minangkabau. Ini disebut : Matrilineal, di mana kekuasaan
terletak padawanita. Di Minangkabau wanita tidak mempunyai hak apa-apa, bahkan
hartanya pun tidak diurusi oleh wanita itu, melainkan diurus oleh adik atau
saudara perempuannya.
Sistem ini disebut : Avonculat.
4. Milik
atau harga benda keluarga.
Di manapun keluarga itu pasti mempunyai milik untuk
kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.
5. Pada
umumnya keluarga itu tempat bersama/rumah bersama. C. MAKNA MASYARAKAT
Seperti halnya dengan definisi sosiologi yangbanyak
jumlahnya kita dapati pula definisi definisi tentang masyarakat yang juga tidak
sedikit. Definisi adalah sekedar alat ringkat untuk memberikan batasan-batasan
mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisa. Analisa
inilah yang memberikan arti yang jernih dan kokoh dari sesuatu pengertian.
Mengenai arti masyarakat ini, baiklah di sinikita kemukakan
beberapa definisi mengenai masyarakat itu, seperti misalnya :
1. R. Linton
: Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka
itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2. M.J.
Herskovist : menulis bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang
diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
3. J.L.
Gillin dan J.P. Gillin : mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan
yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih
kecil.
4. S.R.
Steinmetz : seorang sosiologi bangsa Belanda, mengatakan bahwa masyarakat
adalahkelompok manusia yang terbesar yang meliputi
pengelompokkan-pengelompokkan manusia yang lebihkecil, yang mempunyai
perhubungan yang erat danteratur.
5. Hasan
Shadily : mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari
beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan
mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu
timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah cukup lama hidup dan
bekerjasama dalam waktu lama.
Kelompok manusia yang dimaksud di atas yang belum
terorganisasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu :
a. Adaptasi
dan organisasi dari tingkah laku para anggota.
b. Timbul
perasaan berkelompok secara lambat laun atau !esprit de corps.
Proses ini biasanya bekerja tanpa disadari dan diikuti oleh
semua anggota kelompok dalam suasana trial and error. Dari uraian tersebut
diatas dapat kita lihat bahwa masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan
arti yang sempit. Dalam arti yang luas masyarakat dimaksud keseluruhan
hubungan-hubungan dalam hidup bersama tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa
dan sebagainya. atau dengan kata lain : kebulatan dari semua perhubungan dalam
hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud sekelompok manusia
yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan
dan sebagainya.
Umpamanya : ada masyarakat mahasiswa, masyarakat Jawa, dan
masyarakat Sunda, masyarakat Minang, masyarakat tani dan sebagainya, dipakailah
kata masyarakat itu dalam arti yang sempit.
Mengingat definisi-definisi masyarakat tersebut di atas,
maka dapat ambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Harus ada
pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b. Telah
bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
c. Adanya
aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan bersama.
Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang
penting ialah reaksi sebagai akibat dari hubungan tadi. Reaksi ini yang
menyebabkan hubungan manusia bertambah luas. Misalnya seorang yang menyanyi ia
memerlukan reaksi berupa pujian atau celaan guna mendorong tindakan
selanjutnya. Di dalam memberikan reaksi tersebut ada kecenderungan untuk
menserasikan dengan tindakan orang lain.
Hal ini disebabkan manusia sejak lahir mempunyai 2
hasrat/keinginan, yaitu :
- Keinginan
untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (yaitu masyarakat), ilmu
sosial.
- Keinginan
untuk menjadi satu dengan suasana sekelilingnya.
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan
tersebut manusia menggunakan pikiran untuk dapat menghadapi udara dingin, alam
yang kejam, dan sebagainya manusia menciptakan rumah, pakaian dan lain-lainnya.
Manusia juga harus makan, agar tetap sehat; untuk itu ia mengambil makanan
sebagai hasil dari alam sekitarnya dengan menggunakan akal. Untuk mencari
makanannya, manusia di laut mencari ikan sebagai nelayan, dihutan manusia
terbaru.
Kesemuanya itu ditimbulkan kelompok-kelompok sosial (sosial
groups) dalam kehidupan manusia, karena manusia tak mungkin hidup sendiri.
Menurut Ellwood, faktor-faktor yang menyebabkan manusia
hidup bersama, adalah :
a. Dorongan untuk mencari makan; penyelenggaraan untuk
mencari makanan itu lebih mudah dilakukan dengan bekerjasama.
b. Dorongan
untuk mempertahankan diri; terutama pada keadaan primitif; dorongan ini
merupakan cambuk untuk kerjasama.
c. Dorongan
untuk melangsungkan jenis.
Manusia sebagai makhluk sosial manapuntersusun dalam kelompok-kelompok.
Fakta ini menunjukkan manusia mempunyai sosial akan pembawaan kemasyarakatan
(sejumlah sifat-sifat dapat berkembang dalam pergaulan dengan sesamanya)
seperti hasrat bergaul dan sebagainya.
Kecenderungan sosial ini merupakan keanehan,yaitu perasaan
yang lain. Misalnya harga diri.Rasa harga diri tampak sebagai keinginan untuk
berharga tetapi juga kelihatan berharga. Orangyang gila hormat misalnya
sebetulnya bertindak karena dorongan penghargaan orang lain. Kadang-kadang rasa
harga diri berhubungan juga dengan suatu kelompok sosial tertentu, misalnya
seorang anggota Parpol akan bangga kalau Parpolnya dapat menunjukkan prestasi
yang baik. Kerapkali rasa harga diri menjelma menjadi nafsu untuk berkuasa.
Suatu himpunan manusia supaya merupakankelompok sosial harus
memenuhi syarat-syarat, antara lain :
1. Setiap
anggotanya harus sadar bahwa is merupakan bagian lain kelompoknya.
2. Ada
hubungan timbal balik antara anggota-anggotanya.
3. Ada suatu
faktor yang dimiliki bersama, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama,
tujuan yang sama, ideologi yang sama dan sebagainya.
Jadi masyarakat itu dibentuk oleh individu-individu yang
beradab dalam keadaan sadar. Individu-individu yang hilang ingatan,
individu-individu yang fikirannya rusak, individu-individu type pertapa tidak
dapat menjadi anggota masyarakat yang permanen, melainkan hanyalah kepada
mereka yang benar¬benar saling mengikatkan diirinya dengan individu-individu
lainnya.
Membentuk satu kesatuan dapat disebut individu sebagai
anggota masyarakat.
Dapatlah kita membedakan pengertian antara individu sebagai
perseorangan dan individu sebagai makhluk sosial. Individu perseorangan berarti
individu berbeda dalam keadaan tidak berhubungan dengan individu lainnya. Atau
dengan kata lain : individu yang sedang dalam keadaan memutuskan hubungannya
dengan alam sekitarnya, khususnya masyarakat.
Sedang individu sebagai makhluk sosial berarti individu yang
sedang mengadakan hubungan dengan clam sekitarnya, khususnya masyarakat. Di
sini kita dapati manusia dengan sadar menghubungkan sikap tingkah laku dan
perbuatannya dengan individu-individu lainnya. Sehingga terbentuklah suatu
kelompok yang besar; dan apabila kelompok-kelompok itu berjalan constant, maka
itulah yang disebut masyarakat.
Sesungguhnya telah kita bedakan dua pengertian individu
tersebut sebagai dua pengertian yang contras, namun kodratnya manusia itu
adalah "makhluk sosial" bukan makhluk individual. Kenyataan ini
sesuai dengan rumus Aristoteles : man is by nature a political animal, yang artinya
: manusia pada kodratnya adalah makhluk yang berkumpul-kumpul. Atau dengan
singkat : manusia itu adalah zoon politicon.
Bila rumusan tersebut kita terima dengan sungguh-sungguh
sesuai dengan kenyataannya, maka tak ada jalan lain untuk mengatakan, bahwa
manusia sebagai makhluk sosial adalah sudah pada kodratnya. Auguste Comte
tersendiri di dalam ilmu pengetahuan sosiologi berpendapat bahwa : kehendak
berkumpul itu memang terkandung di dalam sifat manusia. Nyatalah bahwa manusia
pada kodratnya adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang bertindak seirama
dengan kehendak umum, yaitu masyarakat.
Kurang lebih 81,2% dari Wilayah Indonesia bertempat tinggal
di desa. Partisipasi masyarakat pedesaan amat diperlukan bagi hasilnya
pembangunan dan sekaligus akan dapat meningkatkan penghidupan masyarakat di
pedesaan.
Setiap Program Pembangunan desa dimaksudkan untuk membantu,
dan memacu masyarakat desa membangun pelbagai sarana dan prasarana desa yang
diperlukan. Langkah ataupun kebijaksanaan yang akan diambil oleh pemerintah,
dalam melaksanakan pembangunan perlu diletakkan dalam satu kesatuan dengan
daerah kota dalam rangka pengembangan wilayah yang terpadu.
Kebijaksanaan tersebut akan didukung pula dengan adanya
lembaga¬lembaga sosial maupun ekonomi yang sudah ada di pedesaan seperti
Lembaga Sosial Desa (LSD) yang sekarang sudah menjadi Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD), Koperasi Unit Desa (KUD), Badan Unit-unit Desa (BUUD)
dan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), dan sebagainya. Oleh karena itu,
fungsi dan peranan desa menjadi sangat berarti bagi ketahanan negara atau
ketahanan nasional Republik Indonesia.
Sebelum kita berbincang mengenai fungsi dan peranan desa,
kiranya perlu diketahui dahulu arti desa, terutama apabila ditinjau dari segi
geografi.
Sebenarnya desa itu adalah suatu hasil perpaduan antara
kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah
suatu ujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur¬unsur
fisiografi, social ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar
unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.
Mendasarkan diri pada tingkat pendidikan dan tingkat
teknologi penduduknya masih tergolong belum berkembang maka kenampakannya
adalah sebagai wilayah yang tidak luas, dengan corak kehidupannya yang sifatnya
agraris dengan kehidupan yang sederhana. Jumlah penduduknya tidak besar dan
wilayah ini relatif jauh dari kota. Wilayah ini pada umumnya terdiri dari
pemukiman penduduk, pekarangan dan persawahan. Jaringan jalan belum begitu
padat dan sarana transportasi sangat langka.
Kemajuan negara dan kehidupan modern telah banyak pula
menyentuh daerah atau wilayah pedesaan, sehingga ujud desa sudah pula
menunjukkan banyak perubahan.
"Dewasa ini terdapat paling sedikit 63.058 buah desa
yang tersebar pada 3.329 kecamatan, 295
kabupaten/ kotamadya di dalam 27 propinsi di seluruh
Nusantara Indo-nesia.
Tidak saja desa-desa itu merupakan tempat tinggal dan usaha
bagi bagian terbesar rakyat Indonesia, tetapi kebhinnekaan yang menyangkut
kondisi lingkungan serta cara pencaharian nafkah memerlukan perhatian dan
pengkajian saksama".
Demikian kata gubernur Lembaga Pertahanan Nasional, Sutopo
Yuwono, pada Lokakarya Pengembangan Pedesaan tahun 1982 di Universitas
Brawijaya, Malang.
Menurut sutardjo Kartohadikusumo, dinyatakan bahwa:
"Desa ialah suatu kesatuan hukum di mana bertempat
tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri".
Dari beberapa contoh definisi tersebut di atas, agak sukar
memberikan definisi yang tepat, karena materinya sendiri tidak merupakan
sesuatu yang statis dan tidak mudah diamati secara tepat.
Kurang lebih 65% penduduk Indonesia pada umumnya berfungsi
sebagai agraris. Keadaan ini dimungkinkan karena kesuburan tanah dan iklim yang
mendukung berkembangnya tanaman pertanian.
b. Unsur-unsur Desa
1. Daerah,
dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya,
termasuk juga unsur lokasi, luas dan Batas yang merupakan lingkungan geografis
setempat.
2. Penduduk,
adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata
pencaharian penduduk desa setempat.
3. Tata
kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya
tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan
Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu
kesatuan hidup atau "Living unit"
Daerah menyediakan kemungkinan hidup, penduduk menggunakan
kemungkinan yang disediakan oleh daerah itu guna-mempertahankan hidup. Tata
kehidupan, dalam artian yang baik memberikan jaminan akan ketenteraman dan
keserasian hidup bersama di desa. (Bintaro, 1977: 15).
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak.
Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat pusat
keramaian. Peninjauan ke desa-desa atau perjalanan ke desa sama artinya dengan
menjahui kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang monoton dan
sunyi. Desa-desa yang pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang
lebih banyak dari pada desa-desa di pedalaman.
Unsur letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah
terhadap daerah-daerah lainnya. Desa yang terletak jauh dari batasan kota
mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas. Ini disebabkan karena penggunaan
tanahnya lebih banyak dititik beratkan pada tanaman pokok dan beberapa tanaman
perdagangan daripada gedung-gedung atau perumahan.
Penduduk merupakan unsur yang penting bagi desa.
"Potential man power" terdapat di desa yang masih terikat hidupnya
dalam bidang pertanian.
Kadang-kadang di beberapa desa terdapat tenaga-tenaga yang
berlebihan di bidang pertanian, sehingga timbul apa yang disebut dengan istilah
pengangguran tak kentara atau "disguished unemploment". Dalam hal ini
perlu diperhatikan penyaluran-penyaluran yang sebaik-baiknya, misalnya dengan
lebih meningkatkan dan menyebarkan "rural industries" atau migrasi
yang efisien.
Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan
yang erat. Masyarkat merupakan suatu "gemeinshaft" yang memiliki
unsur gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti karena penduduk desa
merupakan "face group" dimana mereka saling mengenal betul
seolah-olah mengenal dirinya sendiri.
Faktor lingkungan geografis memberi pengaruh juga terhadap
kegotongroyongan ini misalnya saja:
a. Faktor
topografi setempat yang memberikan suatu ajang hidup dan suatu bentuk adaptasi
kepada penduduk.
b. Faktor iklim
yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap penduduk
terutama petani-petaninya.
c. Faktor
bencana alam seperti letusan gunung, gempa bumi, banjir dan sebagainya yang
harus dihadapi dan dialami bersama.
Jadi persamaan nasib dan pengalaman menimbulkan hubungan
sosial yang akrab.
c. Fungsi Desa
Pertama, dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang
merupakan "hinterland" atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu
daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping
bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain
yang berasal dari hewan.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi
sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang
tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat
merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan
sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris.
Beberapa desa di Jawa sudah dapat pula menunjukkan perkembangan-perkembangan
yang baru, yaitu dengan timbulnya industri-industri kecil di daerah pedesaan
dan merupakan "rural industries".
Menurut sutopo Yuwono : "Salah satu peranan pokok desa
terletak di bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan
dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan
yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka
pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyarakat pedesaan
dalam mencapai sasaran swasembda pangan adalah penting sekali, bahkan bersifat
vital.
Masyarakat desa perkebunan adalah produsen komoditi untuk
ekspor. Peranan mereka untuk meningkatkan volume dan kualitas komoditi seperti
kelapa sawit, lada, kopi, teh, karet, dan sebagainya tidak kalah pentingnya
dilihat dari segi usaha untuk meningkatkan ekspor dan memperoleh devisa yang
diperlukan sebagai dana guna mempercepat proses pembangunan. Peningkatan hasil
dari ekspor komoditi non minyak berarti mengurangi ketergantungan kita dari
hasil ekspor minyak, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan ekonomi
dalam rangka pembinaan ketahanan nasional.
Demikian pula sama pentingnya peranan dari masyarakat desa
pantai sebagai produsen bahan pangan protein tinggi. Peranan mereka perlu
ditingkatkan dan dibina sedemikian rupa, sehingga hasil usaha mereka berupa
ikan dan udang tidak hanya melayani kebutuhan konsumsi dalam negeri, tetapi
juga untuk ekspor.
Keherhasilan dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah
pedesaan yang bermacam-macam itu akan memperkuat ketahanan secara nasional.
Wadah pengorganisasian itu sudah ada antara lain yang
disebut Lembaga Sosial Desa yang kemudian fungsinya disempurnakan serta
ditingkatkan sejak akhir Maret 1980, dan namanya diganti menjadi Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa berdasarkan Keputusan Presiden No.28 Tahun 1980.
Dalam keputusan itu antara lain dikatakan bahwa desa secara
keseluruhan merupakan landasan ketahanan nasional dan perlu memiliki suatu
lembaga desa sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam rangka pembangunan desa
yang menyeluruh dan terpadu. Lembaga demikian harus mampu merencanakan dan
melaksanakan pembangunan di desa sehingga dapat mewujudkan ketahanan desa yang
mantap.
Desa biasanya didiami oleh beberapa ribu orang raja, yang
sebagian besar masih keluarga/kerabat. Maka sering kita jumpai bahwa satu desa
tersebut merupakan satu saudara semua/kerabat. Untuk mengatur hubungan
kekeluargaan menjadi lebih dekat, maka kerabat yang strukturnya sudah jauh
dikawinkan dengan keturunannya. Hal ini disebabkan juga oleh cakrawala
pandangan orang desa/hubungan orang desa yang relatif terbatas. Bagi desa yang
subur, biasanya jumlah penduduknya padat misalnya : desa-desa di
pulau Jawa, Madura, dan Bali. Hal ini terjadi karena
banyaknya pendatang baru desa lain di sekelilingnya. Dengan pola perkembangan
penduduk di desa seperti di atas, pada umumnya masyarakat desa merupakan
masyarakat yang homogen.
Hubungan sosial pada masyarakat desa terjadi secara
kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi. Satu dengan yang
lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka yang
dirasakan oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota.
Pertemuan-pertemuan dan kerja sama untuk kepentingan sosial lebih diutamakan
daripada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai dengan
gotong royong. Misalnya mendirikan rumah, mengerjakan sawah, menggali sumur,
maupun melayat orang meninggal.
Tetapi di lain pihak pengendalian sosial terasa sangat
ketat, sehingga perkembangan jiwa individu sulit untuk dilaksanakan. Keadaan
demikian berjalan terus menerus dan sulit untuk mengadakan perubahan. Jalan
pikiran yang kolot, tidak ekonomis yang sudah menjadi tradisi juga sulit untuk
diubah, walaupun pandangan-pandangan tersebut sebenarnya tidak dapat diterima
oleh akal pikiran manusia. Sehingga bilamana seorang anggota masyarakat desa
yang bersangkutan tidak melaksanakan sesuatu yang sudah menjadi tradisi desa
tersebut, dinyatakan salah dan dikucilkan.
Hubungan antara penguasa dengan rakyat berlangsung secara
tidak resmi. Seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedudukan serta
peranan yang sulit untuk dihindarkan/dipisahkan dengan kedudukan yang
sebenarnya. Misalnya : seorang kepala desa sekaligus ia sebagai orang atau
sesepuh masyarakat sekitarnya. Apa yang ia katakan dianggap sebagai pegangan
dan pandangan hidup dari masyarakat. namun juga terjadi sebaliknya, bahwa
hubungan yang sebenarnya tidak resmi diangkat menjadi resmi. Orang-orang tua
pemuka-pemuka masyarakat (pemuka agama, kelompok tani, ketua suku), mereka
ikuti dan menjadi pola anutan. Kelemahannya bilamana golongan orang tua yang
seharusnya menjadi pola anutan dan pola ikatan dari masyarakat yang
bersangkutan mempunyai pandangan-pandangan tradisional adat yang tidak
rasional. Sehingga akan terjadi kesalahan arah dan langkah dari masyarakat yang
bersangkutan yang sulit untuk dihindarkan. Dalam hal ini para pemuda masyarakat
desa merasa tertekan dan terjepit oleh adat istiadat secara ketat. Sehingga
mengakibatkan pola hidup yang monoton, sulit untuk tumbuh dan berkembang
khususnya bagi para pemudanya.
Kehidupan keagamaan (magis religius) berlangsung sangat kuat
dan serius. Semua kehidupan dan tingkah laku dijiwai oleh agama, hal ini
disebabkan
cara berpikir masyarakat desa yang kurang rasional. Misalnya
: suku bangsa Tengger, suku bangsa Jawa dan Bali. Pada masyarakat desa (Jawa),
sering dilakukan upacara-upacara keagamaan untuk minta hujan, minta rejeki,
minta selamat dan sebagainya. Pada acara-acara tertentu tidak lepas dari
upacara keagamaan pula, misalnya : pada waktu mendirikan rumah, melahirkan
anak, memetik panen, mengawinkan anaknya dan sebagainya. Semua dilakukan dengan
mengadakan sesaji tertentu, sehingga apa yang mereka maksud dapat tercapai.
Perhatian pada kesehatan, kebersihan lingkungan, maupun perhitungan ekonomis
kurang, asalkan pandangan menurut agama dan adat positif, cara demikianlah yang
dipilihnya.
Perkembangan teknologi pada masyarakat desa terjadi sangat
lamban, semua berjalan sangat tradisional. Barang-barang hasil produksinya
adalah barang pertanian maupun barang kerajinan, yang semuanya tersebut
dikerjakan secara tradisional. Hasil teknologi modern yang masuk ke
daerah/pedesaan hanyalah barang-barang konsumsi (TV, Radio, Tape recorder, dan
lain sebagainya). Sedang barang-barang modal atau barang antara (Mesin, dan
lain-lain), belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal ini mengingat situasi dan
kon disi-kondisi daerah pedesaan di Indonesia ini belum mengijinkan.
Dari uraian di atas, maka secara singkat ciri-ciri
masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai beriktu
:
(1). Homogenitas
Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau
beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan
sama/homogen. Oleh karena itu hidup di desa biasanya terasa tenteram aman dan
tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan
yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan,
kesederhanaan keserasian dan kemanunggalan selalu menjiwai setiap warga
masyarakat desa tersebut.
(2). Hubungan
Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara
musyawarah. Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi.
Anggota masyarakat satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada
masyarakat desa masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan,
walaupun secara materi mungkin sangat kurang atau tidak mengijinkan.
(3). Kontrol
Sosial yang Ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan
sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling
mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus
terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain.
Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban
anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.
(4). Gotong
Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh
dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksankaan secara gotong
royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik.
Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumah dan
sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah,
nyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.
(5). Ikatan
Sosial
Setiap anggota masyarakat desa diikat dengan nilai-nilai
adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan
kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial
dengan cara mengucilkan/memencilkan. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh
dan taat melaksanakan aturan yang ditentukan. Lebih¬lebih bagi anggota yang
baru datang, is akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial
tersebut).
(6). Magis
Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa
sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan
diarahkan kepadanya. Sering kita jumpai orang Jawa mengadakan
selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni
dan sebagainya.
(7). Pola
Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik
pertanian,
perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap
anggota
hanya mampu melaksanakan salah situ bidang kehidupan saja.
Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang
harus ia tekuni dengan baik. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya
kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kekgiatan di bidang pertanian.
Di samping itu dalam mengolah pertanian semata-mata
tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan
keterampilan para petani yang masih kurang memadai. Oleh karena itu masyarakat
desa sering dikatakan masyarakat yang statis dan monoton.
5. URBANISASI DAN URBANISME
Sehubungan dengan perbedaan antara masyarakat pedesaan
dengan masyarakat perkotaan, kiranya perlu pula disinggung perihal urbanisasi.
Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau
dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat
perkotaan.
Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi di seluruh dunia,
baik pada negara-negara yang sudah maju industrinya mupun yang secara relatif
belum memiliki industri. Bahwa urbanisasi mempunyai akibat-akibat yang negatif
terutama dirasakan oleh negara yang agraris seperti Indonesia ini. Hal ini
terutama disebabkan karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah
apabila dihandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi
tersebut dan boleh dikatakan bahwa faktor kebanyakan penduduk dalam suatu
daerah "over-population" merupakan gejala yang umum di negara agraris
yang secara ekonomis masih terbelakang.
Proses urbansiasi dapat terjadi dengan lambat maupun cepat,
hal mana tergantung daripada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Proses
tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu :
perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat kota
bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh mengalirnya
penduduk yang berasal dari desa-desa (pada umumnya disebabkan karena penduduk
desa merasa tertarik oleh keadaan di kota).
Sehubungan dengan proses tersebut di atas, maka ada beberapa
sebab yang mengakibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang
baik. Artinya adalah, sebab suatu daerah mempunyai daya
tarik sedemikian rupa, sehingga orang-orang pendatang semakin banyak. Secara
umum dapat dikatakan bahwa sebab-sebabnya adalah sebagai berikut :
1) Daerah
yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibukota (seperti
contohnya Jakarta).
2) Tempat
tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha
perdagangan/perniagaan, seperti misalnya sebuah kota pelabuhan atau sebuah kota
yang letaknya dekat pada sumber-sumber bahan-bahan mentah.
3) Timbulnya
industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar